Tuesday, May 31, 2005

lalu aku membayangimu

aku berdiri di tapal batas senja
menghadap matahari yang mengendap tidur
kupejamkan mata meraba langit
melukis wajahmu di sela burung laut yang pulang
melampiaskan rindu terpendam sepanjang hari

tak banyak kata kuruapkan
detak jantung yang melahirkan kegelisahan
tak kupungkiri aku terpukau pada rona hatimu

lalu kusapa angin
yang menyapu wajah dan menggulung ombak
kuembuskan pesan terbaru
setetes rindu tentang dirimu

dan aku membayangimu
bersama bocah lelaki putih
beriringan bergandeng tangan
dalam bayang malam yang lisut
ditaburi bulan yang bangkit
rindu membuatku kian kalut
aku terpatri pada angan-angan
dan hanya berani bermimpi

perahu

lalu kita duduk di bawah bulan
di tepi danau sunyi
lihatlah perahu kecil di sana
pelan terkayuh
menghampiri kita

lalu kita duduk berdua di dalamnya
mengitari malam tanpa arah
mengikuti gerak bintang
dan bulan yang perlahan
menghilang...

mata hati

dalam kusendiri
coba mengerti
perjalanan ini
tak terasa
di sini...

aku di sampingmu
begitu pasti
yang tak kumengerti
masih saja
terasa sepi...

matahari yang berangkat pulang
tinggal jingga tersisa di jiwa
bintang-bintang menyimpan kenangan
kita diam tak bisa bicara

hanya mata
hanya hati
hanya kamu
hanya aku

*dewa dari leuwinanggung

Monday, May 23, 2005

lampion

seperti juga bulan yang sendirian
di kegelapan malam tak sedikit pun kau meratap
bintang-bintang entah ke mana
sunyi menyergap
langit gelap
dan kau tetap bertahan dengan wajah bersinar

seperti juga matahari yang tak berteman
di terang siang tak sedikit pun kau kesepian
awan berarak perlahan menjauh
rinai hujan datang
dan kau tetap tegar dengan tatapan mapan

perempuanku...
air mata yang kau teteskan
juga desah hati yang perih
telah kudengar dari kejauhan
kalbu yang sunyi
hampa mimpi yang muram
pula kurasakan
yang kau rasakan adalah perihku sendiri

kemari sebentar perempuanku...
izinkan kukecup keningmu
barangkali saja lelahmu terurai
barangkali...

Sunday, May 22, 2005

lelaki dengan sebatang kaung

di bawah poster SBY-JK yang berpeci dan tersenyum
engkau tak pernah berhenti menggerakkan pedal mesin jahit
dahimu berkerut, menahan panas kota yang busuk
setumpuk koran kuning habis kau lahap pagi tadi
hei, ada anak sekolah gantung diri
gerobak asongan dirampas tramtib
pejabat tinggi masuk bui
perempuan-perempuan jalan diangkut ke dalam truk
kenapa cuma perempuan jalan murahan yang kau angkut tuan pemilik kota sialan?!
dan engkau melenguh
cuma melenguh
tak sampai membuatmu lari ke gunung atau laut

ruang yang pengap, dengan kipas angin rongsok jatinegara
segelas kopi warteg utangan yang tandas
dan kau teringat pagi tadi anakmu menangis
istrimu marah-marah
siapa salah harga beras naik dan minyak langka?
debu beterbangan
klakson dan kondektur metromini memekakkan jalan

engkau menarik napas
menarik kaung yang apinya hendak padam
menahan perih perut dengan tidak mencuri
tidak mengendap di gelap malam mencari laci
tidak memangkas batang pisang yang masih hijau
tidak menguliti dana rekanan yang kau dalihkan menjadi taktis

engkau cukup dengan duduk tekun
dengan kaki yang tak pernah berhenti
di bawah poster SBY-JK yang berpeci dan tersenyum

argh!

Sunday, May 15, 2005

di kelokan itu

di kelokan mobil bak terbuka itu berhenti
lampu merah
belasan orang di atas bak terbuka menutup wajah mereka dengan tangan
panas memang cukup terik
sakit di kulit

perjalanan masih jauh
ibu-ibu, lelaki tua, dan bocah entah hendak ke mana
bergerombol menahan guncangan jalan yang kasar
lihatlah mata bocah itu
juga tatapan ibu berkerudung merah
dan remaja tanggung yang menahan badan lelaki tua di depannya

hijau sawah
kerbau kurus dan gembala yang menahan haus
asap pabrik di kejauhan
tukang becak yang serampangan
menggerus perih aku yang cuma bisa termangu

Tuesday, May 10, 2005

aku mandi dulu

aku terbangun ketika pagi belum tersiram cahaya matahari
jingga di batas langit masih tipis
memanjang lurus di antara riak awan dan kabut
dingin menyergap, tapi ini lukisan Ilahi terindah
kontras dengan relungku yang muram

aku tak sedang memicing memandang hidup
pesimis bukan sarapan pagi yang lezat bukan?
aku memang masih belum bisa menjauh
luka yang kau torehkan dalam juga
jantungku masih nyeri
seperti ditusuk-tusuk ujung belati

semenit
lima menit
sepuluh menit

aha, matahari sudah bangun dari tidur
selamat pagi
begini
aku baru saja mengenal perempuan bermata indah
tolong taburkan hatinya dengan pagimu
agar selalu hangat dia padaku
terima kasih
aku mandi dulu...

Monday, May 09, 2005

siapalah...

siapalah kita di hadapan-Nya?
bukan siapa-siapa...
lalu kenapa kita kerap congkak?
berleha-leha memapah dosa sepanjang jalan...
berputar-putar pada kesia-sian tanpa tahu kapan berhenti

tak pernah tahu kapan kita dijemput
kita tahunya hidup harus dinikmati...
larut dalam kesenangan-kesenangan yang sebetulnya hambar
pernahkah kau merasa begitu sesak, seperti riak di dalam tungku, menahan penat yang terasa amat begitu sulit di kendalikan?
jujur saja, pasti pernah...

tapi kita tak pernah ingat Tuhan...
kita ingatnya mengeluh lebih nyaman ketimbang melafalkan doa...
betapa sayangnya...
padahal siapalah kita di hadapan-Nya
bukan siapa-siapa, dan bukan apa-apa...