Wednesday, November 30, 2005

Tuhan...

...Tuhan, semalam aku menangis
dan Kau tak ada
katanya Kau tak pernah tidur
tapi kemana Engkau semalam, Tuhan?
hanya sisa gerimis yang terdengar
juga suara jangkrik yang sembunyi

di ujung sunyi yang muram...

... aku tak terpejam hingga pagi menjelang
sampai kutemukan Kau di gerbang
tersenyum dam membuatku tersadar
hidup memang kadang melelahkan
dan hanya sabar yang meski kutelan...

Monday, November 28, 2005

kepada laut aku pulang

Siapalah aku, perempuanku... Hanya lelaki laut yang bermimpi mencintai karang. Kerap terempas badai dan dikitari gerombolan burung bangkai yang garang. Di laut aku berenang ke dasar samudra, mendedah ombak menciptakan buih amarah dari perih yang panjang.

Sering pula kutegak melawan matahari yang pongah, memapah waktu tanpa pernah peduli bumi juga mempunyai gunung dan rumput liar. Aku terkapar pada kesunyian, di sela kayuhan perahu-perahu nelayan yang pulang. Dan bila kini kuberteriak rindu pada angin, terakhir kali kuminta, dengarlah jeritku yang sedikit pun mungkin tanpa sadar tak kau hirau. Sesaat saja, layaknya tubir pantai yang pasrah disapa lidah gelombang kala matahari tenggelam.

Aku hanya lelaki laut yang tak mengerti jalan pulang, perempuanku. Tengah limbung setelah kau pudarkan mimpi indahku yang terindukan. Kau cerabut akar yang kutanam pada tanah kering yang pernah kugemburkan. Kau pergi meninggalkan pantai, menjauhi dermaga dan menenggelamkanku ke dasar lautan yang kelam dan dingin...

Tuesday, November 22, 2005

tak pernah sanggup

kita tak sedang berada di gerbong yang sama
jarak dan waktu memaksa kita pasrah
mengalah pada takdir
membiarkan semua berjalan dengan sendirinya

senja yang kita tunggu belum tentu teduh
lalu akankah hujan sesaat membasahi segala kering?
aku masih mengingat gelakmu
meski kutahu engkau tak ingin untuk dikenang
tapi bunyi gerimis sore itu masih terngiang

aku tak pernah sanggup
tak pernah kuasa pun
melawan rindu yang tak kunjung mati terbunuh waktu

kita tak sedang berada di gerbong yang sama, memang
tapi bola matamu masih saja meneduhkanku....

Monday, November 21, 2005

dan inilah saatnya

dalam hening
yang ada hanya nada-nada bisu
seperti malam ketika bulan enggan menampakkan wajahnya
laksana siang saat matahari malas memanggang

tapi tak perlu takut, katamu
kesunyian selalu menghadirkan kesempatan merenung
untuk sejenak mencari
sisa-sisa waktu yang tak sempat
jejak-jejak yang pernah disia-siakan...

Wednesday, November 16, 2005

kelopakmu

aku terkunci pada matamu
kulihat dedaunan menari
dalam gemerisik angin
kicau burung-burung senja
adakah kau masuk dalam rongga batinku?
lelap dalam setiap tarikan napas
sepanjang waktu
tidur di kelopak indahmu...

air mata

kita bicara tentang waktu
yang bercerita tentang butir-butir gerimis
di senja yang basah
ketika lara yang mengendap
perlahan memudar ditelan dingin

ada saatnya kita tergelak
setelah lelah menangis
sepanjang detik
yang teruap hanyalah tatapan
matamu basah

apa yang kau tangisi?
sedang hidup tak selalu memerlukan air mata?

Thursday, November 10, 2005

tak setapak pun

senja yang pernah kita lewati tak memiliki jejak
tak setapak pun
hanya sisa terang langit yang masih memantulkan cahaya
setiap kali malam merayap
tentang sosokmu yang tak pernah lekang
tentang kisahmu yang tak jua memudar

lalu bagaimana sebuah kisah bisa bertahan di pucuk hari?
di antara rinai gerimis yang meliuk
di sela detik yang lapat
aku hanya menemukan repihan senyummu
yang tak kunjung hilang...

Tuesday, November 08, 2005

meski...

kendati malamku ditemani phosporus
juga jutaan bintang yang menyelimuti sunyi
meski gelapku disirami bulan
dan siangku ditaburi matahari
serta dadaku bersemayam pedang ali
aku tetap memerlukan sepasang matamu
yang merona menyelubung dalam batinku