Friday, August 15, 2008

ketika imam b prasojo menangis

seorang imam b prasojo menangis dan saya terperanjat. berkali-kali jemarinya mengusap air mata. sosiolog ini tak sanggup menahan ledakan keharuan, ketika ia mengungkapkan kisah pengabdian seorang bidan di pedalaman baduy bernama ros rosita.

ia nyaris tak percaya. di tengah mewabahnya perilaku orang kota yang kerap mengeluh, sering gelisah tak tentu, kok, ada seorang bidan yang mau mengabdikan dirinya habis-habisan di pedalaman meski dibayar cuma sepuluh ribu rupiah saat membantu proses persalinan.

terlebih lagi, imam makin kagum ketika tahu bidan ros tak mau dipindah ke tempat lain yang lebih "basah", ketimbang bergelut di baduy yang melelahkan karena musti turun naik bukit berjam-jam jalan kaki tiap kali ke pos yandu.

ada keikhlasan yang dijumpai imam, yang tak ia temui pada sosok lain, terlebih lagi pada orang-orang kota yang menurut dia, berwatak tamak, picik, dan serakah.

melihat imam b prasojo menangis, saya tercenung. membayangkan apa yang ia bayangkan. apa yang ia harukan. apa yang ia rasakan.

dan tiba-tiba saya menjadi begitu hormat padanya. saya senang dengan orang yang memiliki hati seperti ini. mudah menangis, pada hal yang memang sepantasnya ditangisi...

berulang-ulang saya teringat wajah imam yang tak kuat menahan haru.

saya tiba-tiba tidak merasa sendirian, meski dini hari tadi, saya pulang pukul tiga pagi seorang diri...

Thursday, August 14, 2008

aku tak akan pernah

aku ingin harummu
meruap dalam pengujung sepi
menjadi rintik gerimis
menyapu debu dahaga
ketika rindu menghampar
di jeda malam yang luas
dalam sunyi yang letih

aku ingin senyummu
alunan nada menidurkan
tempat gelisah berpulang
penunjuk arah
ketika hati
tak lagi sanggup
mebiarkan kau pudar dalam lamunan

aku tak akan pernah bisa lupa
aku tak akan pernah bisa saja