Monday, June 06, 2005

lingkaran hening

di lingkaran keheningan
tak ada lagi batasan waktu
nyala api nyala keheningan
menyentuh dinding jiwa yang luka

satu-satu
wajah datang
satu persatu menghilang lagi
batas langit
batas hidup
kita melayang tak tentu arah

sayap-sayap jiwa yang terluka
darah menetes basahi senja
untuk apa mengasingkan diri
lingkaran hening

telah tumbuh
pohon baru
di atas tanah yang pernah kering
air hujan
air hidup
mengalir dari jiwa yang hening

bayang-bayang tarian jiwaku
memenuhi ruangan dunia
pintu langit semakin terbuka
lingkaran hening

lingkaran hening
jiwa yang hening
lingkaran hening
jiwa yang hening
lingkaran hening
jiwa yang hening
lingkaran hening
jiwa yang hening

*dewa dari leuwinanggung

7 comments:

Auf Klarung said...

hmm..menarik..

Anonymous said...

menarik ya?

Anonymous said...

This is for just for you, Gilank...

Mengejar Matahari

ingin ku berlari di antara edelweiss
bersama angan
membentang tangan selebarnya
menantang hidup ini

ingin ku terbang tinggi
bersama layang
membentang sayap cakrawala
mengarungi lautan luas

indahnya hati ini
adalah indahnya hidup kita
manisnya seyuman ini
adalah manisnya tawa kita

hai anak manusia...
pantanglah berkeluh kesah
hadapilah dunia
raihlah....kejarlah terus mataharimu

Anonymous said...

nice poem... makasih ya... tapi akan lebih makasih lagi nih kalo situ mau ngaku siapa... hehehe...

hm, gini ya mata indah, keluh mungkin ibarat racun yang merusak, tapi hidup juga bukan lintasan bebas hambatan seperti lajur tol yang mahal itu... hidup tanpa keluhan seperti sayur tanpa garam... maka mengeluhlah, asal jangan lupa keluhan pun mesti ada batasnya... pada akhirnya, yang terpenting itu adalah keseimbangan dan jangan lupa teh botol sama aqua buah... hehehe gitu lho mata indah... cao!

Auf Klarung said...

pada jarago euy nulis puisi, mata indah kenalan dong..
ntar ikutan juga ah..

Anonymous said...

jarago, jarago! ayam kali! geleuh!

Auf Klarung said...

hehehe...gitu ya.