senja gugur daun di prambanan
melenyapkan pagi
menerbangkan rindu
pada sisa waktu
menjelang dini hari
kan ku ingat
warna biru di langit
dan gemerisik ranting kering
menyisakan harum tubuhmu
dalam lenguhan angin
mengantarku gelisah di peraduan
lalu hari merambat
kita kian tak peduli
pada sepanjang detik
getar itu selalu menyebut namamu
bersama setumpuk bahagia
seiring usiamu meniti masa
dari tigapuluh menjadi tigasatu
di sini
aku tak pernah berubah
cinta yang menyatu masih sama
persis ketika matamu
menyapaku pertama kali
persis saat keningmu
kukecup di sela penat itu
di sini
di sela gugur daun senja
dalam dingin september
aku tetap milikmu
sepanjang yang kita impikan
dalam lelap malam yang jauh
Friday, September 18, 2009
Monday, August 24, 2009
cuma kita, tak seorang pun
kita belum tiba
yang kita pijak
masih tanah yang sama
kerikil di mana-mana
lubang nyaris
di setiap langkah
kadang kita lelah
terkunci waktu
terkurung mimpi
yang tidak mudah
memaksa kita lengah
lupa jalan pulang
tersesat di rimba
padamu hanya
ingin kubisikkan
ada cinta
yang kita punya
di atas pasrah
di luar coba-coba
sebab suratan sudah
berdua kita
tiba di beranda
yang tak seorang pun
merasakannya
yang kita pijak
masih tanah yang sama
kerikil di mana-mana
lubang nyaris
di setiap langkah
kadang kita lelah
terkunci waktu
terkurung mimpi
yang tidak mudah
memaksa kita lengah
lupa jalan pulang
tersesat di rimba
padamu hanya
ingin kubisikkan
ada cinta
yang kita punya
di atas pasrah
di luar coba-coba
sebab suratan sudah
berdua kita
tiba di beranda
yang tak seorang pun
merasakannya
Tuesday, June 09, 2009
lalu kembali
ada cinta yang kutinggalkan
bersama fajar menyingsing
ketika gemuruh rindu
baru saja bersentuhan
sehari sebelumnya
dari kejauhan kudekap
bisikan yang sempat
melumat telinga dan jantungku
kuingat ia berbisik
untuk hari ini
dan selamanya
aku pergi
sebentar saja
lalu kembali
memelukmu
bersama dua pagi
dan tiga malam
yang hilang
untuk selamanya
tidak sekadarnya
bersama fajar menyingsing
ketika gemuruh rindu
baru saja bersentuhan
sehari sebelumnya
dari kejauhan kudekap
bisikan yang sempat
melumat telinga dan jantungku
kuingat ia berbisik
untuk hari ini
dan selamanya
aku pergi
sebentar saja
lalu kembali
memelukmu
bersama dua pagi
dan tiga malam
yang hilang
untuk selamanya
tidak sekadarnya
Thursday, May 07, 2009
di tepi stasiun tua
keretaku berangkat, sayang. kereta tua, buatan jerman, dengan peredam yang buruk. stasiun remang, sunyi, menyisakan bunyi rindu yang panas di atas rel yang tergilas. rumah-rumah di tepian, bagai kelebatan bayang sewaktu kau, tersenyum di sampingku, ketika kau berbisik lirih: starkids. pada waktu dengan napas yang meruapkan wajahmu, sejenak izinkan aku, membawa rindu. pada malam yang murung dan langit memerah, sejumput asa telah kutanamkan. ada yang ingin kutitipkan pada angin, waktu kita masih panjang, hapus air matamu, sebab mimpiku bersamamu tak kan pernah selesai... tak kan pernah berhenti, terus melewati stasiun-stasiun tua yang muram, melewati hari-hari yang penuh tawa, melewati awan-awan yang menari, melewati bulan demi bulan, tahun demi tahun yang memberi ruang hanya untuk aku, juga kau... berdua saja mengayuh cinta yang tak pernah kita rasakan sebelumnya...
Tuesday, May 05, 2009
ke mana ya enaknya...
nggak jadi taping. ditunda besok. di luar macet. sore jakarta nggak pernah nyaman selain sabtu dan minggu. di dalem dingin. orang-orang sibuk sendiri. gw jenuh, mungkin juga marah. tapi, di mana-mana mungkin selalu sama. selalu ada yang membuat kita muak di kantor.
enaknya ke mana ya? sekedar membunuh waktu, menjelang bola nanti malam... ah, gara-gara antasari, semua jadi kacau. liatin jalanan dulu ah...
enaknya ke mana ya? sekedar membunuh waktu, menjelang bola nanti malam... ah, gara-gara antasari, semua jadi kacau. liatin jalanan dulu ah...
pada pagi aku gelisah
aku ingin menjadi ombak
dalam lautmu
melahirkan buih
di sepanjang pantai
pada siang menjemput malam
aku ingin menjadi harum
dalam aromamu
mengukir wangi
di sepanjang waktu
pada pagi menjumpai senja
lalu aku lelap
memangku rindu
di ruang sunyi
tiada yang lebih indah
memejamkan mata
memelukmu luruh
melukis rindu...
dalam lautmu
melahirkan buih
di sepanjang pantai
pada siang menjemput malam
aku ingin menjadi harum
dalam aromamu
mengukir wangi
di sepanjang waktu
pada pagi menjumpai senja
lalu aku lelap
memangku rindu
di ruang sunyi
tiada yang lebih indah
memejamkan mata
memelukmu luruh
melukis rindu...
Monday, May 04, 2009
tak kan ku pernah bisa
sungguh
memang aku
tak pernah tahu
semua ini
akan bermuara ke mana
tapi aku tak pernah bisa
membayangkan
kelak suatu saat
kau menjauh
kita berjarak
kesunyianku bakal menyergap
seperti daun kering
jatuh dari ranting
laksana bulan
ditinggal pergi gemintang
sekejap pun
tak melihatmu
tak membayangkanmu
terlebih kau menghilang
kehampaanku bakal begitu panjang
memang aku
tak pernah tahu
semua ini
akan bermuara ke mana
tapi aku tak pernah bisa
membayangkan
kelak suatu saat
kau menjauh
kita berjarak
kesunyianku bakal menyergap
seperti daun kering
jatuh dari ranting
laksana bulan
ditinggal pergi gemintang
sekejap pun
tak melihatmu
tak membayangkanmu
terlebih kau menghilang
kehampaanku bakal begitu panjang
Monday, April 27, 2009
dari simpang veteran belok kanan
kita ada di sana, perempuanku
di lorong jalan itu
saat senja membasah
dingin terbekap
remah hujan april
ada janji yang meruap
dan kita pun sepakat
ini kanvas cinta
maka biarkanlah
hati ini melukis bahagia
kan kusimpan semua
mata tipismu
garis senyummu
gelak tawamu
jauh di kantung kalbu
menjadi ruang
tempat berpulang
sesekali semua memberat
sedih merayap
setiap kali
waktu meminta
kita berpisah
tapi kau kerap meyakinkan
selalu ada hari esok
pada garis cinta
dan suratan rindu ini
di lorong jalan itu
saat senja membasah
dingin terbekap
remah hujan april
ada janji yang meruap
dan kita pun sepakat
ini kanvas cinta
maka biarkanlah
hati ini melukis bahagia
kan kusimpan semua
mata tipismu
garis senyummu
gelak tawamu
jauh di kantung kalbu
menjadi ruang
tempat berpulang
sesekali semua memberat
sedih merayap
setiap kali
waktu meminta
kita berpisah
tapi kau kerap meyakinkan
selalu ada hari esok
pada garis cinta
dan suratan rindu ini
Thursday, April 23, 2009
waktuku tak hilang
di sepanjang koridor
waktu mengendap
cahaya remang
bunyi senyap
hanya sandal
membisikkan pulang
di simpang lampu
dua bocah menengadah
mengusik lamunan
yang tak jua pudar
malah meriah
berpayung cahaya jalan
waktuku tak hilang
sebab suaramu
selalu mengiang
menemani jauh
hingga tubuh tak sadar
gerbang sudah di depan
kubawa kau
rebah dalam pelukan
bersama hati
bertukar cerita
ditemani dingin
yang manis
waktu mengendap
cahaya remang
bunyi senyap
hanya sandal
membisikkan pulang
di simpang lampu
dua bocah menengadah
mengusik lamunan
yang tak jua pudar
malah meriah
berpayung cahaya jalan
waktuku tak hilang
sebab suaramu
selalu mengiang
menemani jauh
hingga tubuh tak sadar
gerbang sudah di depan
kubawa kau
rebah dalam pelukan
bersama hati
bertukar cerita
ditemani dingin
yang manis
gerimis april
malam penuh asap
dari cigaret
sisa kemarin
di ruangan
jam menyimak
rindu yang sesak
asa yang berpendar
akankah kita ingat
di senja yang padat
selepas jingga
di ufuk lenyap
kota menjadi saksi
kegelisahan menyatu
kita mengambang
bagai awan
yang lupa malam
akankah kita ingat
pada gerimis april itu
ada cinta
dengan rasa cokelat panas
plus sedikit mentol
rindu yang dingin
cinta yang hangat
dari cigaret
sisa kemarin
di ruangan
jam menyimak
rindu yang sesak
asa yang berpendar
akankah kita ingat
di senja yang padat
selepas jingga
di ufuk lenyap
kota menjadi saksi
kegelisahan menyatu
kita mengambang
bagai awan
yang lupa malam
akankah kita ingat
pada gerimis april itu
ada cinta
dengan rasa cokelat panas
plus sedikit mentol
rindu yang dingin
cinta yang hangat
Friday, April 17, 2009
rindu di tapal batas
dan ia pun
merindu lelakinya
sewaktu malam jatuh
kala tak lagi sanggup
menunggu
sebab pagi masih jauh
dan gelisah meruap
ia mencoba lelap
membunuh waktu
yang menjemukan
dan ia tak mampu...
cinta ini
akan mematikan
ia bergumam
pada langit-langit
yang koyak
ia nyaris tak tahu
pada kejauhan
di sela lumatnya bintang
lelakinya juga begitu
meracau namanya
sepanjang waktu
merindu lelakinya
sewaktu malam jatuh
kala tak lagi sanggup
menunggu
sebab pagi masih jauh
dan gelisah meruap
ia mencoba lelap
membunuh waktu
yang menjemukan
dan ia tak mampu...
cinta ini
akan mematikan
ia bergumam
pada langit-langit
yang koyak
ia nyaris tak tahu
pada kejauhan
di sela lumatnya bintang
lelakinya juga begitu
meracau namanya
sepanjang waktu
Thursday, April 16, 2009
kita bisa, katamu
tapi aku cuma lelaki biasa, perempuanku
yang gelisah
ketika gerimis tiba
terhujam rindu berkepanjangan
muram sendirian
di tepi genangan beranda
lalu kau
mencoba meyakinkan
kita bisa, katamu
dan aku tertegun
menatap matamu
menyelami jauhmu
juga tangismu
lalu kita
seperti luruh
dalam buaian mimpi
lelap bersama
di bawah purnama
yang pucat
di sela temaram
lampu jalan yang muram
kita
berdua saja
ada di jalan itu
mencari waktu
menyusuri cinta
yang rupanya
tak pernah kita punya
yang gelisah
ketika gerimis tiba
terhujam rindu berkepanjangan
muram sendirian
di tepi genangan beranda
lalu kau
mencoba meyakinkan
kita bisa, katamu
dan aku tertegun
menatap matamu
menyelami jauhmu
juga tangismu
lalu kita
seperti luruh
dalam buaian mimpi
lelap bersama
di bawah purnama
yang pucat
di sela temaram
lampu jalan yang muram
kita
berdua saja
ada di jalan itu
mencari waktu
menyusuri cinta
yang rupanya
tak pernah kita punya