kita ada di sana, perempuanku
di lorong jalan itu
saat senja membasah
dingin terbekap
remah hujan april
ada janji yang meruap
dan kita pun sepakat
ini kanvas cinta
maka biarkanlah
hati ini melukis bahagia
kan kusimpan semua
mata tipismu
garis senyummu
gelak tawamu
jauh di kantung kalbu
menjadi ruang
tempat berpulang
sesekali semua memberat
sedih merayap
setiap kali
waktu meminta
kita berpisah
tapi kau kerap meyakinkan
selalu ada hari esok
pada garis cinta
dan suratan rindu ini
Monday, April 27, 2009
Thursday, April 23, 2009
waktuku tak hilang
di sepanjang koridor
waktu mengendap
cahaya remang
bunyi senyap
hanya sandal
membisikkan pulang
di simpang lampu
dua bocah menengadah
mengusik lamunan
yang tak jua pudar
malah meriah
berpayung cahaya jalan
waktuku tak hilang
sebab suaramu
selalu mengiang
menemani jauh
hingga tubuh tak sadar
gerbang sudah di depan
kubawa kau
rebah dalam pelukan
bersama hati
bertukar cerita
ditemani dingin
yang manis
waktu mengendap
cahaya remang
bunyi senyap
hanya sandal
membisikkan pulang
di simpang lampu
dua bocah menengadah
mengusik lamunan
yang tak jua pudar
malah meriah
berpayung cahaya jalan
waktuku tak hilang
sebab suaramu
selalu mengiang
menemani jauh
hingga tubuh tak sadar
gerbang sudah di depan
kubawa kau
rebah dalam pelukan
bersama hati
bertukar cerita
ditemani dingin
yang manis
gerimis april
malam penuh asap
dari cigaret
sisa kemarin
di ruangan
jam menyimak
rindu yang sesak
asa yang berpendar
akankah kita ingat
di senja yang padat
selepas jingga
di ufuk lenyap
kota menjadi saksi
kegelisahan menyatu
kita mengambang
bagai awan
yang lupa malam
akankah kita ingat
pada gerimis april itu
ada cinta
dengan rasa cokelat panas
plus sedikit mentol
rindu yang dingin
cinta yang hangat
dari cigaret
sisa kemarin
di ruangan
jam menyimak
rindu yang sesak
asa yang berpendar
akankah kita ingat
di senja yang padat
selepas jingga
di ufuk lenyap
kota menjadi saksi
kegelisahan menyatu
kita mengambang
bagai awan
yang lupa malam
akankah kita ingat
pada gerimis april itu
ada cinta
dengan rasa cokelat panas
plus sedikit mentol
rindu yang dingin
cinta yang hangat
Friday, April 17, 2009
rindu di tapal batas
dan ia pun
merindu lelakinya
sewaktu malam jatuh
kala tak lagi sanggup
menunggu
sebab pagi masih jauh
dan gelisah meruap
ia mencoba lelap
membunuh waktu
yang menjemukan
dan ia tak mampu...
cinta ini
akan mematikan
ia bergumam
pada langit-langit
yang koyak
ia nyaris tak tahu
pada kejauhan
di sela lumatnya bintang
lelakinya juga begitu
meracau namanya
sepanjang waktu
merindu lelakinya
sewaktu malam jatuh
kala tak lagi sanggup
menunggu
sebab pagi masih jauh
dan gelisah meruap
ia mencoba lelap
membunuh waktu
yang menjemukan
dan ia tak mampu...
cinta ini
akan mematikan
ia bergumam
pada langit-langit
yang koyak
ia nyaris tak tahu
pada kejauhan
di sela lumatnya bintang
lelakinya juga begitu
meracau namanya
sepanjang waktu
Thursday, April 16, 2009
kita bisa, katamu
tapi aku cuma lelaki biasa, perempuanku
yang gelisah
ketika gerimis tiba
terhujam rindu berkepanjangan
muram sendirian
di tepi genangan beranda
lalu kau
mencoba meyakinkan
kita bisa, katamu
dan aku tertegun
menatap matamu
menyelami jauhmu
juga tangismu
lalu kita
seperti luruh
dalam buaian mimpi
lelap bersama
di bawah purnama
yang pucat
di sela temaram
lampu jalan yang muram
kita
berdua saja
ada di jalan itu
mencari waktu
menyusuri cinta
yang rupanya
tak pernah kita punya
yang gelisah
ketika gerimis tiba
terhujam rindu berkepanjangan
muram sendirian
di tepi genangan beranda
lalu kau
mencoba meyakinkan
kita bisa, katamu
dan aku tertegun
menatap matamu
menyelami jauhmu
juga tangismu
lalu kita
seperti luruh
dalam buaian mimpi
lelap bersama
di bawah purnama
yang pucat
di sela temaram
lampu jalan yang muram
kita
berdua saja
ada di jalan itu
mencari waktu
menyusuri cinta
yang rupanya
tak pernah kita punya