Friday, April 11, 2003

Lelaki dan Perempuan Cilik Itu

DI senja ini saya tiba-tiba teringat pada seorang lelaki usia 30-an yang menggandeng bocah wanita di siang hari yang membuat kerongkongan begitu kering. Lelaki dan bocah itu berjalan melintas di depan saya. Cukup cepat untuk dikatakan mereka sedang santai. Ada sebuah tape karaoke ditenteng memakai tas kumal hitam. Besarnya setas koper ukuran mini. Tak seperti lelaki setengah baya itu, si bocah rapi dandanannya. Memakai sepatu, jaket jins, dan kepala dikuncir pita merah. Mirip anak-anak kecil di lorong-lorong kota saat Lebaran.

Di sebuah rumah yang kebetulan membuka usaha warung kelontong, mereka berhenti. Alunan lagu keluar dari kotak karaoke. Nadanya khas para penjaja lagu jalanan: dangdut. Sang bocah dengan suaranya yang cukuplah untuk teriak-teriak, bernyanyi lagu yang kerap dinyanyikan Thomas Djorgi. Saya lupa judulnya, tapi sering mendengar.

Matahari di atas kepala masih jauh pindah ke barat. Saya termangu tak sekejap pun berkedip. Saya melihat dengan jelas mata bocah dan lelaki yang menurut dugaan saya, ayahnya itu. Pandangannya tenang. Seolah beban hari itu adalah rutinitas yang memang harus digerus. Panas terik seperti sebuah nikmat yang di tubuh tak akan terasa panas. Dan bayangan saya melompat pada kenyamanan anak-anak kecil lain yang sedang asyik lari-larian di mal, nonton televisi, bermain barby, atau menekan tombol play stasion di ruang keluarga.

Saya tak melihat apakah lelaki dan perempuan cilik itu diberi uang oleh si pemilik warung. Saya tak kuat melihat mereka terus bernyanyi, seraya terus bergandengan tangan. Saya menghindar, menjauh, mencaci maki diri sendiri sambil terus meracau: kenapa Kau perlihatkan hal-hal seperti ini pada saat saya tak ingin peduli pada air mata anak manusia, Tuhan? Barangkali saya memang tak diizinkan berjarak... Saya gagal menjadi seperti mereka...

0 comments: