Monday, February 06, 2006

setetes embun dari surga

ini kisah tentang lelaki yang kerap terganggu tidurnya, karena bertahun-tahun selalu bermimpi bisa membawa orang tuanya pergi rekreasi. dan semua berubah ketika ia mendapatkan kekasih yang baik hati...

aku bukanlah lelaki yang cengeng, sebetulnya. hanya ada satu hal yang begitu mudah bagiku dalam hidup, yaitu menangis. nyaris setiap malam, ketika aku pulang dan membuka pintu, mataku pasti basah. kalau kau melihat apa yang kulihat, mungkin juga kau akan mengalami kesedihan seperti yang aku alami. ayahku, dua tahun lagi usianya menjadi 60 tahun, tidur di lantai ruang tamu. beralas kasur lipat kotak-kotak seperti cokelat papan.

keadaan yang memaksanya tak tidur di kamar bersama ibu. di ruang seharusnya ayah bisa terlelap dengan nyaman itu, ada keponakanku berusia lima tahun, binyo namanya. ayah harus mengalah agar gerak tidur ibu dan binyo bisa lebih lapang. maka terpaksalah ayah merebahkan diri di hamparan kasur lipat, di lantai dingin ruang tamu, yang terdengar jelas bunyi kentungan pak hansip ketika memukul tiang listrik.

aku selalu gagal membiarkan kornea mataku kering. aku selalu kesulitan memejamkan mata setiap kali melihat keadaan itu. aku sungguh-sungguh terganggu. kalau pun sampai aku terlelap, tak jarang aku terbangun hanya karena membayangkan betapa menderita ayahku. berkali-kali ayah kutawari tidur di kamarku dan aku yang di ruang tamu, tapi ayah selalu menolak. dia bilang, tidak apa-apa karena lebih enak di lantai. adem rasanya.

aku tahu ia berdusta, karena sejatinya aku tahu betul tidur seperti itu benar-benar tak nyaman. kasur tipis hanya akan membuat badan pegal-pegal. terlebih lagi ayahku kerap sakit-sakitan. kalau kau melihat bagaimana wajah ayah, ibu, dan keponakanku ketika terlelap, mungkin kau tak akan pernah menyangka mereka bisa tertidur pulas.

setiap kali melihat adegan itu, yang ada dalam benakku hanya satu: ingin rasanya aku mengajak mereka berjalan-jalan, semacam rekreasi, sekadar membuat mereka tersenyum. segala macam masalah yang mereka alami setiap hari, rasanya sudah cukup mereka telan. haruskah ketika malam tiba ayah tidur di lantai, terpisah dari ibu? kenapa sih aku harus tinggal di rumah kecil, tak seperti rumah temanku yang besar, sehingga ruang tamu mereka tak akan berubah fungsi menjadi kamar tidur saat malam datang?

tapi persoalannya memang tak semudah yang kuangankan...

***derap hukum udah, sekarang ngantuk...

11 comments:

iteung said...

pasti ni kekasihnya yang punya dufan ya coy :D

*kangen komennya si anonymous euy!

me said...

ini orang, belum jadi udah komen aja... :)

Anonymous said...

Huhauhuhauhauha...komennya iteung kocak !!! :P

Anonymous said...

sebenernya ingin sih..
tapi sayang,
aku sudah tak mau menjadi layang-layang lagi
berputar, melenggok tak berdaya
tak tau kapan waktunya
hanya bisa pasrah
saat
ditarik
diulur
diatas sana....

me said...

maksudnya gimana sih? *garuk-garuk jempol kaki.

Anonymous said...

juga pernah tidur dibawah lantai... enak lagi... gue membahasakan berdua kita lesehan aja yuk di bawah...

maka saya dan dia tidur sambil ML di bawah... pelan-pelan terdengar suara.. ML dilantai enak juga yaaa...

me said...

yah... capek.

Anonymous said...

ternyata lanjutannya bagus.. very touchy.. khas iea..

jd inget omongan penyiar di radio tiap pagi, saat mau brangkat kerja:

sayangilah pacarmu.. tp jgn melebihi kasih sayangmu pada org tua.. krn merekalah yg hadir utkmu disaat kamu sedang susah...

:)

batasnalar said...

Orangtua tu seneng kalau anaknya seneng. Mangkanya yang gembira, jangan sedih lagi :) karena kasih mereka tanpa batasan-batasan.

Walau pasti pengen banget liat mereka juga senang kan, dalam artian yang lahiriah? :) Dirikuh juga hehe.

iteung said...

huahahaha...ktawa gw sampe ga kelar2 niiii...
kalo blom beres jangan d keluarin dulu dunk, dasar gila +nk!!

bikin kapok yang ngasih komen ni :D

me said...

nah, ibu2 arisan mulai beraksi lagi skr...