Sunday, February 26, 2006

begitulah niatku

bila waktu
mengajariku bermain-main
kuberitahu engkau
sesungguhnya
aku tak pernah bisa
bermain-main

aku
barangkali
adalah lelaki yang kerap
menangisi sisa hari
rebah di tepi malam
menatap waktu
dengan mata memicing

tapi
semestinya kau tahu
aku tak pernah bermimpi
untuk tidur
dalam bayang-bayang

maka percayalah
bila waktu
mengajariku bermain-main
kuberitahu engkau
sesungguhnya
aku tak pernah bisa bermain-main
apalagi untuk sebuah kata
yang bernama cinta

dan bila waktu memberiku cinta
akan kurawat ia
seperti malam memeluk bulan
dan siang merengkuh matahari...

begitulah niatku ketika mecintaimu

Wednesday, February 22, 2006

aku pergi dulu

padamu cinta
aku pergi dulu
lima hari saja

lima yang dulu terasa sekejap
dan kini terasa begitu menyiksa

rindu yang menguat
membuat jarak jauh
juga lama waktu
memanggilku untuk segera
melihat senyummu

pada apa yang
kita selami bersama
pada apa yang
kita lalui berdua
dari detik ke detik
ketika waktu
seolah tak ada habisnya
melingkari kita dengan tawa

adakah kebahagiaan lain yang bisa menggantikan?
tak satu pun perempuanku...

padamu cinta
aku pergi dulu
lima hari saja

dan aku
akan kembali
dengan setumpuk rindu
sambil melangkah mengecup keningmu
dengan cinta yang tiada henti tumbuh...

Sunday, February 12, 2006

kini aku melihatnya

dan kau membuatku menjadi berani, beb
jika kemarin aku tak melihat
ada matahari di pagi hari
juga tetes embun di pucuk dedaunan
kini aku melihatnya
aku menikmatinya

aku melihat burung-burung terbang
menukik dan melayang di arak awan
dan kita berlari-lari kecil di bawahnya
di hamparan hijau rumput savana

berdua saja
menggenggam keindahan
memeluk cinta
sampai kita lelah dalam bahagia

misalkan

misalkan kita tak pernah bertemu
aku yakin
aku tak akan pernah mengerti
apa sesungguhnya keindahan itu

misalkan kita tak pernah bertemu
aku yakin
aku tak akan pernah paham
apa sesungguhnya kebahagiaan itu

misalkan kita tak pernah bertemu
aku yakin
aku tak akan pernah menyadari
betapa melelahkannya mendorong mobil

hehehe... i love u beb!

Friday, February 10, 2006

hore!

hore tempo menang! horeeeeee! biar mampus tuh tw!!!

Monday, February 06, 2006

setetes embun dari surga

ini kisah tentang lelaki yang kerap terganggu tidurnya, karena bertahun-tahun selalu bermimpi bisa membawa orang tuanya pergi rekreasi. dan semua berubah ketika ia mendapatkan kekasih yang baik hati...

aku bukanlah lelaki yang cengeng, sebetulnya. hanya ada satu hal yang begitu mudah bagiku dalam hidup, yaitu menangis. nyaris setiap malam, ketika aku pulang dan membuka pintu, mataku pasti basah. kalau kau melihat apa yang kulihat, mungkin juga kau akan mengalami kesedihan seperti yang aku alami. ayahku, dua tahun lagi usianya menjadi 60 tahun, tidur di lantai ruang tamu. beralas kasur lipat kotak-kotak seperti cokelat papan.

keadaan yang memaksanya tak tidur di kamar bersama ibu. di ruang seharusnya ayah bisa terlelap dengan nyaman itu, ada keponakanku berusia lima tahun, binyo namanya. ayah harus mengalah agar gerak tidur ibu dan binyo bisa lebih lapang. maka terpaksalah ayah merebahkan diri di hamparan kasur lipat, di lantai dingin ruang tamu, yang terdengar jelas bunyi kentungan pak hansip ketika memukul tiang listrik.

aku selalu gagal membiarkan kornea mataku kering. aku selalu kesulitan memejamkan mata setiap kali melihat keadaan itu. aku sungguh-sungguh terganggu. kalau pun sampai aku terlelap, tak jarang aku terbangun hanya karena membayangkan betapa menderita ayahku. berkali-kali ayah kutawari tidur di kamarku dan aku yang di ruang tamu, tapi ayah selalu menolak. dia bilang, tidak apa-apa karena lebih enak di lantai. adem rasanya.

aku tahu ia berdusta, karena sejatinya aku tahu betul tidur seperti itu benar-benar tak nyaman. kasur tipis hanya akan membuat badan pegal-pegal. terlebih lagi ayahku kerap sakit-sakitan. kalau kau melihat bagaimana wajah ayah, ibu, dan keponakanku ketika terlelap, mungkin kau tak akan pernah menyangka mereka bisa tertidur pulas.

setiap kali melihat adegan itu, yang ada dalam benakku hanya satu: ingin rasanya aku mengajak mereka berjalan-jalan, semacam rekreasi, sekadar membuat mereka tersenyum. segala macam masalah yang mereka alami setiap hari, rasanya sudah cukup mereka telan. haruskah ketika malam tiba ayah tidur di lantai, terpisah dari ibu? kenapa sih aku harus tinggal di rumah kecil, tak seperti rumah temanku yang besar, sehingga ruang tamu mereka tak akan berubah fungsi menjadi kamar tidur saat malam datang?

tapi persoalannya memang tak semudah yang kuangankan...

***derap hukum udah, sekarang ngantuk...