Tuesday, January 03, 2006

air mata ibu

air mata selalu punya cerita sendiri. seperti juga tawa, ia memiliki alasan. di negeri ini, hidup adalah tekanan, juga desakan. bagi mereka yang tak beruntung, harapan memberat setiap detik.

sejak terjun di dunia jurnalistik, kalau tak salah, sepuluh tahun silam, saya cukup sering melihat orang menangis. dan hari ini, untuk kesekian kalinya saya melihat itu: seorang ibu separuh baya, mungkin sekitar 45 tahunan. ia ditangkap polisi selepas makan siang, karena menjadi bandar judi toto gelap. jangan bayangkan ia seorang bandar besar yang rumahnya bak istana. ibu ini, yuni namanya, bukan kelas kakap. keadaan memaksanya menjual kupon togel. suaminya tak bekerja, mungkin--saya lupa bertanya karena tak kuat--korban pemecatan atau bisa juga sudah tua dan sakit-sakitan. ada lima anak mereka yang harus diberi makan setiap hari.

negarakah yang bertanggung jawab? apa pedulinya negara ini pada orang miskin, selain menjadi komoditas saat kampanye! ok, kan ada uang 300 ribu pengganti uang bahan bakar minyak yang naik? hah! uang sebesar itu, kalaupun keluarga ini dapat (karena bisa saja tak tercatat lantaran pak lurah terlalu banyak pesanan dari mereka yang sebetulnya mampu tapi mengaku miskin), paling banter habis tak lebih dalam waktu sepekan. anehnya, di plaza senayan, seorang remaja yang gayanya mirip richie rich, bersama kawan-kawannya yang berambut mohawk, bisa menghabisan uang dalam satu jam sebesar 500 ribu rupiah.

hidup memang batu karang. keras dan menyakitkan.

saya tak pernah tahu hati kecil ibu itu, kenapa ia menangis. barangkali ia tak tahan membayangkan kelima anaknya makan apa jika dirinya ditahan. mungkin juga ia tak sanggup membayangkan suaminya yang sebentar batuk dan kelaparan.

"dulu saya dagang nasi uduk, tapi karena digrebek tramtib, saya nggak dagang lagi, saya terpaksa jualan ini (togel) untuk biaya makan sekeluarga," ibu itu dengan susah payah bicara. matanya basah. pipinya juga.

dan semua berakhir ketika polisi menggiringnya kembali masuk ke balik jeruji, sambil pura-pura tak tahu ada bandar judi besar yang layak tangkap, yang dibiarkan tetap hidup (mungkin karena ruang kapolsek atau kapolres direnovasi atas biaya mereka).

oya, pernahkah, katakanlah Anda sekali waktu baca di koran atau melihat di televisi hal seperti ini, lalu membayangkan ibu itu adalah ibu Anda sendiri? pernahkah?!

saya kehabisan kata-kata. lalu saya melangkah keluar, setengah menunduk, menghampiri mobil liputan, sambil menendang asal-asalan gelas plastik kosong, yang sebentar kemudian diambil pemulung.

di langit matahari terasa teduh. mungkin sebentar lagi jatuh gerimis...

3 comments:

Anonymous said...

sampai ga tau mo komen apa...
pengen nangis juga..

me said...

tumben... biasanya nangis karena ribet.

Anonymous said...

masa