Wednesday, August 03, 2005

kepada putri rampen (21)

"memangnya kalau kita di penjara harus bayar mas? kalau nggak ngasih duit bisa mati ya? kok gitu sih? memang undang-undangnya begitu? suami saya mati mas. muka dan dadanya biru, mungkin dipukulin karena nggak bisa bayar mas ya?"

pertanyaan sederhana tapi sulit itu meluncur dari mulut seorang ibu yang duduk di depanku. bibirnya bergetar dengan suara yang terdengar parau. sorot matanya datar, menunggu aku menjawab.

tapi aku cuma bisa melenguh perempuanku. sebetulnya bukan pertanyaan susah. jawaban idealnya, penjara tak membutuhkan bayaran. tak ada logika hukum yang membiarkan penjara menetapkan bayaran untuk narapidana. tapi, andai aku menjawab begitu, ibu itu pasti akan mendesak dengan pertanyaan lanjutan: "kok suami saya disuruh bayar? karena nggak punya uang dan nggak bisa bayar suami saya mati."

salahkah bila aku hanya terdiam? aku tak sanggup menjawab pertanyaan lugu itu perempuanku. aku lihat mata ibu itu basah, ingatannya seperti terbawa pada pada sosok suaminya yang baru lima hari masuk penjara salemba. dalam hening aku merasa dadaku nyeri menahan amarah...

dan kutuliskan kisah ini kepadamu perempuanku yang baik... semoga engkau berkenan membacanya, sekadar membantuku mengurai kegelisahan dan emosi yang tak lagi sanggup kutahan...

tarmudi. bapak tujuh anak itu sehari-hari bekerja sebagai sopir pribadi. masuk penjara karena diduga memalsukan tanda tangan. padahal, menurut istrinya, bapak tidak berniat memalsukan tanda tangan.

begini ceritanya. selain sebagai sopir, tarmudi juga biasa bekerja serabutan sebagai kuli bangunan. nah, seorang tetangga mempercayakannya memperbaiki sebuah rumah yang hendak dikontrakkan. rumah itu berantakan karena rusak di sana sini. tarmudi senang diberi kepercayaan dan rumah itu pun diperbaiki. biaya perbaikan menggunakan uang bayaran dari orang yang hendak mengontrak. jumlahnya enam juta rupiah. dan di atas kertas kuitansi, tarmudi membubuhkan tanda tangannya.

anehnya, si pemilik rumah marah dan menuding tarmudi menghabisi uang seenaknya, padahal uang itu dipakai untuk membetulkan rumah. celah kesalahan pun dicari. tanda tangan tarmudi di atas kuitansi dipermasalahkan. tarmudi kalah, dia ditangkap polisi. dua bulan di kantor polisi cempaka putih, dan akhirnya dipenjara di rumah tahanan salemba, jakarta pusat, menunggu sidang pengadilan. baru lima hari di salemba, menempati kamar bersama dua tahanan lain, tarmudi mati.

kabar yang diterima keluarga, tarmudi gantung diri. tapi bukan bermaksud menyangkal takdir kalau keluarga tak percaya. luka-luka di wajah dan dada membuat mereka curiga bahwa tarmudi mati secara tidak wajar. terlebih lagi, empat hari berturut-turut sebelum tarmudi mati, keluarga menerima telepon dari seseorang yang mengaku sebagai kepala blok tahanan. si penelepon meminta uang tiga juta untuk biaya sewa kamar. dan keluarga tarmudi tak sanggup, dan setiap hari tarmudi mengaku dipukuli.

istrinya masih ingat tarmudi bilang begini: "bu, bapak setiap hari dipukulin. empat hari ini bapak nggak dikasih makan. kalau bapak nggak bayar-bayar, bapak mungkin bisa mati."

dan tarmudi tak keliru memperkirakan nyawanya sendiri. dia mati, meninggalkan tujuh anak dan seorang istri, yang hingga kini masih tinggal di lorong gang yang sesak, di sebuah rumah seluas separuh lapangan bulu tangkis. arum, istrinya tak pernah tahu hidup esok bagaimana setelah suami tercinta pergi untuk selama-lamanya...

begitulah perempuanku. kasus ini bukan sekali dua kali terjadi. anton medan, mantan preman yang sekarang menjadi dai, mengatakan bahwa palak-memalak dan gebuk-menggebuk di penjara adalah cerita biasa. kematian tahanan bukan lagi hal yang asing. biasa menurut bekas preman, tentu tidak begitu bagi kita yang melihat semestinya hukum berjalan lurus-lurus saja. dan dari penjara salemba, kita bisa menarik secarik kertas hitam bertuliskan: negeri ini tak pernah serius mengelola dunia hukum. mafia peradilan sampai mafia penjara berkeliaran, di tengah sipir dan pengawas yang berlagak cuek--padahal sangat mungkin menerima jatah bagian. lelah sekali merenungi itu semua... selamat datang di negeri preman!

perempuanku yang baik...
ngomong-ngomong, apa kabarmu hari ini? engkau pasti sedang berdoa seharian ya? pasti doamu tentang kepergian nenek. aku turut berduka cita. dan aku ikut menyesal karena engkau sedang jauh ketika nenek tiada. tapi aku berharap engkau tak larut dalam kesedihan panjang. agar nenek pulang dengan senyuman. ikhlaskan ya...

hari ini wawancara dengan dokter forensik itu batal, karena si dokter yang baik itu, namanya dokter zul, menelepon kalau rem mobilnya blong. dia tak berani jalan dan wawancara dijadwalkan besok (kamis). aku senang sekali bisa mewawancarai si dokter forensik ini. bukan saja karena dia ramah (dia bilang, kalau untuk wartawan saya mau bantu deh), tapi juga karena aku jadi teringat engkau perempuanku. engkau selalu senang membahas bedah dan forensik ketika berbincang. lucu juga sih engkau selalu ingat aku ketika sedang membelah tubuh mayat atau cadaver itu. mudah-mudahan saja karena melihat jantung, bukan karena sosok mayatnya yang mirip dengan aku. aku masih menjadi empat katup jantungmu kan perempuanku? terima kasih banyak jika masih... jangan pernah berubah menjadi kulit ari ya, apalagi daki. hehehe. ah, aku bisa tersenyum lagi. engkau berhasil mengubah amarahku menjadi senyuman. terima kasih nadiku... bidadariku yang cantik dan baik hati... love u so much!

aku di kantor. di luar masih hujan. sekarang pukul tujuh malam lebih setengah jam. dua hari terkahir jakarta selalu hujan. tak deras betul, tapi cukup lama. mungkin bakal ada banjir. entahlah. yang jelas, hujan selalu membuat jakarta kian semrawut. jalan-jalan basah dan macet kian menjadi-jadi. dan aku tetap mau pulang. aku mau baca majalah dan novel yang belakangan tertinggal kubaca, lalu tidur.

o ya lupa, aku beli kaca mata baru, setelah tiga kali kaca mataku hilang di mana aku tak tahu. frame-nya berwarna cokelat. di mata aku bagus, entahlah di mata orang-orang. hehehe. aku tak peduli. tadinya aku berpikir akan duduk-duduk di halte menemani rudi. tapi aku ingat kebawelanmu. pasti engkau akan marah-marah kalau aku tidur di halte. padahal tidur di halte itu asyik lho. seru. tapi sudahlah, aku tak ingin dimarahi gara-gara soal halte. aku pulang ya. jaga dirimu baik-baik dan jangan kelewat centil ya perempuanku. semoga papermu untuk jumat dapat nilai baik. makanmu jangan telat. semoga saja migrenmu tak terlalu menyulitkan. tetap semangat ya... salam rinduku untukmu...

aku, siapa lagi kalau bukan lelakimu.

6 comments:

Anonymous said...

hidup memang aneh ya choy....

me said...

bukan cuma aneh, malah mengerikan... eh, tapi hidup juga indah kok...

Anonymous said...

seperti apakah putri rampen itu??

me said...

bayangkanlah bidadari... kayak gitulah si putri rampen... kenapa sih pengen tau anya?

Auf Klarung said...

aneh dan indah jadi satu, rame kayak nano-nano...manis asem asin. Putri rampen? tau tuh dia emg pelit, yg jelas kayak orang...

me said...

yey bukannya pelit... lagian pada mau tau aja sih... hehehe... :)