Monday, July 18, 2005

kepada putri rampen (7)

malam basah. hujan yang sebentar berhenti dan sebentar deras, menyisakan basah yang menusuk. aku kedinginan, meski tubuhku terbungkus jaket yang sejak beli dua bulan silam belum sempat kucuci. di warnet yang menyebalkan, karena dilarang merokok, kutulis pesan ini untukmu perempuanku... sekadar menyampaikan larik kerinduan, yang bersemayam gelisah setiap detik sehingga begitu sulit kutahan...

sejak tiba di medan, meski maksud dan tujuannya kerja, entah kenapa, isi kepalaku selalu tentangmu perempuanku. dalam setiap gerak dan tarikan napas, berulang-ulang yang terbayang adalah sosokmu. foto-fotomu yang kubawa, sebentar-sebentar kulihat dan aku menjadi gila dengan sendirinya: senyum bahagia di tengah situasi yang sebetulnya tak perlu aku mengumbar keriangan. tapi cinta dan rindu memang kerap membuat kita menjadi gila. tak apalah. aku tak peduli menjadi gila, karena kegilaanku lahir dari sebuah anugerah yang tak pernah kuduga. kau tau apa anugerah itu perempuanku? dirimu. dirimulah anugerah itu, yang menciptakan kebahagiaan sepanjang hari...

senin ini tak ada yang dikerjakan selain membereskan peralatan kerja. paling-paling keliling kota mencari makanan kecil untuk melumatkan lapar ringan di hotel. bukan apa-apa. kesalahan fatal liputan kali ini adalah, aku dan theo tak membawa kaset sebutir pun! luar biasa kebodohan ini. bagaimana bisa kami lupa membawa kaset, sedangkan liputan yang kami ambil memerlukan kaset itu untuk merekam gambar... duh!

setelah stres tak karuan dan berkoordinasi dengan kantor pusat, kaset akan tiba besok (selasa). semoga saja kerjaan ini lancar dan tak terlalu banyak kendala. agar cepat selesai dan kembali ke jakarta. pulang ke rumah bertemu keluarga, menciumi pipi keponakan tercinta, binyo. dan bisa lebih sering berbincang denganmu...

perempuanku yang baik...
aku tak tahu di sana pukul berapa. aku tak pernah paham soal perbedaan waktu, selain indonesia tengah dan timur. meski berulang kali kau memberi tahu, tapi selalu saja aku kebingungan. jam berapa sih sekarang di sana? kamu lagi apa? sudah makan? bagaimana dengan paper-paper yang membuatmu lelah itu? makanlah... jangan sampai melupakan laparmu. aku sudah, makan pecel lele di kedai tepi jalan. lumayan juga rasanya, meski terlanjur diberi bawang oleh pedagangnya. bawang selalu membuat lidahku tak enak. setelah repot-repot sedikit membuangi bawang-bawang itu, aku pun makan dengan lahapnya. bertiga dengan kawanku yang batak asli, husni namanya. husnilah yang mengantar kami ke sana kemari. husni ayah dua anak. perawakannya sedang. tak kurus dan tak gemuk. hobinya bercerita tentang apa pun, sehingga suara tape mobil bisa kalah dengan cerita-ceritanya. husni selalu bersemangat, mungkin karena dia orang yang paham arti sebuah kehangatan. tentang hidup yang tak semestinya dijadikan beban berat... orang yang menyenangkan. betapa beruntungnya kami ditemani sepanjang jalan oleh husni ini... tapi yang aku heran, husni ini kemejanya selalu sama. kotak-kotak hijau. dulu pun, sewaktu aku ke medan, kemejanya itu pula. rupanya kebetulan kata dia. tapi nanti kami akan beri dia kaos buser. lumayanlah buat kenang-kenangan bahwa kita pernah menjadi satu tim di medan ini...

perempuanku, mama masih di medan? di medan mana sih dia? sepanjang yang aku lihat, tak kujumpa juga mamamu. hehehe... kalau aku bisa bertemu, aku akan bersalaman dengannya sambil bilang: "saya satria, kekasih putri rampen". kau tersenyum perempuanku? ah, aku ingin melihat senyummu... sejauh ini baru kata "ha? ha? ha?" saja yang kerap terngiang di telingaku. kata yang lucu. kata yang terindukan dan selalu menciptakan senyum untukku...

malam kian larut. lima belas menit lagi pukul dua belas malam. ada baiknya aku kembali ke hotel dan istirahat. sudah kubaca pesan-pesanmu... terima kasih banyak untuk kisah-kisahmu. aku bangga, meski masih ada kesalahan kecil, akhirnya engkau bisa menjalani tugasmu membaca doa... selamat ya sayang.... tapi pesanmu terakhir membuatku sebal. ada baiknya engkau tak berpikiran begitu... tak secuil pun aku mempunyai niat untuk berharap menemukan yang terbaik untuk menggantikan dirimu... percaya aku perempuanku... maka akan kuberi cinta ini lebih dari yang kau duga dan impikan... jaga diri baik-baik... sukses buat paper-paper itu... bagaimana reaksi dosenmu? hasilnya belum ketahuan ya? begini saja perempuanku... apa pun hasilnya, ikhlaslah... karena aku yakin engkau sudah berbuat sebaik mungkin... dan yang terpenting, jangan pernah berpikiran kita jauh... cinta dan sayang tak mengenal jarak tempuh... ruang dan waktu hanyalah bagian dari proses... tak tahukah engkau dadaku selalu bergemuruh rindu? percayalah, januari yang basah di senja itu masih milik kita... i love u... and i need u...

3 comments:

Anonymous said...

Hai Gilank
Aku belum sempat mambaca semua tulisanmu disini, tapi aku selalu mengikuti "Putri Rampen" mu ini...
This is nice and very touchable.

Anonymous said...

hmm..kira-kira masih panjang ga nih sambungannya? sampai 'Putri Rampen' brapa? 10, 15, 20?? :D ..ganti ah!!

me said...

vera, terima kasih banyak pujian dan dukungannya...