Sunday, July 17, 2005

kepada putri rampen (5)

inilah hari tidur, perempuanku. bangun jam tujuhan, tidur lagi, bangun jam sebelasan, liat buser, baca-baca, tidur lagi dan bangun jam empatan. dan besok berangkat ke medan.

bayangkanglah dua kakak beradik bertengkar gara-gara selembar baju baru pembelian ibu. baju itu sengaja dibeli untuk si adik, tapi sang kakak merasa lebih berhak. dia berang, pada ibu juga adiknya. kesal karena merasa tak disayang, sang kakak kemudian menceburkan si adik ke parit. kepalanya dibenamkan. si adik mati seketika. si ibu pilu tak berdaya.

dan bayangkan juga seorang duda dua anak, menikah dengan seorang janda beranak satu. dalam perjalanan, suami merasa istrinya lebih memperhatikan dan menyayangi anaknya sendiri, ketimbang anak yang dia bawa. suami marah dan anak bawaan istrinya ditampar, disiksa hingga sakit berhari-hari. Tuhan pun turun tangan. penderitaan si anak ditamatkan. bocah berusia tiga tahun itu mengembuskan napas, meninggalan ibunya, juga ayah tiri yang brutal, serta dua saudara tirinya yang menjadi "rival".

apa yang bisa dibayangkan? hidup rupanya benar-benar mengerikan. kasih sayang yang salah diartikan, bisa berakibat fatal. kita barangkali pernah mengalami, meski tak sampai hilang akal membuat orang tewas. siapa tahu, karena namanya juga hidup, ada kalanya kita khilaf pada hal-hal yang semestinya tak perlu terjadi.

perempuanku, dua kisah itu harus dikabarkan, karena itu aku ke medan. sepekan saja. sabtu depan aku kembali. meliput secara mendalam dan membuat semacam dokudrama durasi sekitar 15-20 menit. tak berharap banyak, memang. orang-orang mungkin sudah apatis pada kematian. tapi setidaknya, kabar duka tentang hidup yang pelik, di tengah kondisi sosial yang pongah dan congkak, telah disebarkan. siapa tahu yang menyaksikan tersadar bahwa ada yang merintih karena selembar pakaian--sesuatu yang barangkali bagi kita begitu mudah dibeli. siapa tahu ada pula yang mencuri hikmah, tentang salah paham memaknai kasih sayang, seperti ayah yang menyiksa anak tirinya itu.

jadwal take off jam 11.40. mudah-mudahan tidak telat, karena pernah aku dan theo, partnerku itu, terlambat sekitar lima menit, hingga kami harus menunda keberangkatan sampai petang. betapa menyebalkan mondar-mandir di bandara setengah harian. aku ingat betul akhirnya aku dan theo tidur di bangku sampai leher terasa begitu nyeri. untung saja barang-barang tidak hilang.

perempuanku, tadi kita berbincang-bincang tentang doa. aku tersenyum membayangkan engkau begitu tegang berdoa di hadapan 250 mahasiswa dan 50 dosen. betapa "lucu"-nya membayangkan engkau berdoa dengan bahasa yang saling campur. tak banyak kata, aku cuma bisa mendoakan agar keteganganmu menjelma menjadi kekuatan, sehingga kau lancar-lancar saja melafalkan harapan sederhana--seperti sosokmu yang kukenal--pada Tuhan. tak penting lama doa sepuluh menit atau satu jam, karena jauh lebih penting keseriusan dan ketulusannya meminta. telinga Tuhan tak membutuhkan durasi doa. aku yakin engkau bisa melakukannya...

aku tidur dulu, perempuanku. aku yakin lelapku akan lebih indah andai bisa bermimpi tentangmu. semoga Tuhan baik hati dengan menghadirkan engkau sepanjang tidurku malam ini. tetap sehat dan baik-baik selalu. sampai nanti... i'll be missing you, putri rampenku...

2 comments:

Anonymous said...

keukeuh nya putri rampen hehe mbem.. blog lo sepi lagi.. tinggal gue aja yg komen, ck ck ck. fans club bubar jalan dong neee :p

Anonymous said...

duh serem amet sih critanya... mending juga saling sayang menyayang yahh??! :-P