Thursday, July 21, 2005

kepada putri rampen (10)

"mak, belikan ipin baju dora mak. ipin kepingin punya baju dora seperti teman-teman,"

terbata-bata, ibu muda itu mengenang kalimat yang dikemukakan anak laki-lakinya yang sekitar seminggu silam pergi untuk selama-lamanya. bola matanya basah dan mengecil. barangkali dia mencoba menahan air mata yang jatuh, tapi sulit. dan pipinya basah. dia tak tahan dan setengah menjerit menyebut namanya anaknya.

"ipin...!"

seperti orang bodoh, aku kehabisan kata-kata untuk menenangkan. maka yang keluar dari mulutku hanyalah kata "sabar". aku tak tahu, apakah kata itu cukup berarti atau tidak, tapi yang aku lihat, tangis ibu itu mereda dan yang tersisa hanyalah segukan.

ipin. sebetulnya, nama lengkapnya arifin. bocah berusia tiga tahun ini tewas akibat disiksa bapak tirinya, nasroh alias bandot. bandot kini ditahan. proses hukum tengah berjalan. tapi kesedihan tak selesai begitu saja dari balik jeruji kantor polisi. bagi ida, ibunda ipin, kepergian ipin adalah sebuah petaka. dan dia tak pernah sanggup sedikit pun untuk melupakan tawa lucu dan kenakalan putra tercintanya itu. maka menangislah yang dia bisa, sembari mengingat dan mengenang setiap gerak dan kata yang pernah terlontar dari bibir ipin.

inilah hari air mata perempuanku. aku rasa engkau paham betul apa makna sebuah tangisan. ada tangisan kebahagiaan, meski lebih banyak tangisan bermakna duka. dan di depanku tadi, di ruang tamu tanpa meja dan kursi, di sebuah rumah berdinding bilik yang menciptakan sinar tipis matahari dari lubang anyaman, menangis seorang ibu muda yang kehilangan gairah hidup. anak tercintanya tewas dengan cara yang tak pernah dia duga: kedua pipinya tersisa bekas gigitan si bapak, leher dan kaki kirinya patah, lima sentimeter di atas kemaluan lebam bekas tendangan, dan yang paling parah, tengkoraknya retak terbentur lantai akibat tamparan keras ketika ipin merengek minta ikut bapaknya ke ladang.

dan ibu muda ini tak memaafkan ulah suaminya, meski kini dia tengah mengandung delapan bulan dari suami keji itu. anak tercintanya terlalu berharga ketimbang lelaki kejam yang ringan tangan pada anak. diam-diam aku setuju dengan ibu muda ini perempuanku. untuk apa sebetulnya seorang lelaki bersikap kasar pada si anak, meski anak itu bukan darah dagingnya sendiri? anak jelas titipan Tuhan, lalu tak bisakah manusia merawat baik-baik jiwa yang dipercayakan padanya? aku tak pernah membayangkan bisa bersikap kasar pada anak-anak. kadang melihat mata bocah pun sudah membuat mata aku basah... itulah sebabnya, aku tak pernah bisa paham apa yang ada di kepala si bapak ini ketika menyiksa habis-habisan si ipin... ah, Tuhan tahu tempat terbaik untuk anak yang mengembuskan napas begitu cepat...

bisa dibilang, kerjaku hari ini hampir rampung. besok tinggal mengambil visual rumah sakit dan on screen. tak terlalu melelahkan sepertinya. betapa leganya pekerjaan selesai cepat, meski setiap itu pula, aku selalu merasa gamang dan gelisah perempuanku. begitu banyak kekejian yang kujumpa, begitu sering kematian yang kuhadapi dan selami. aku sering terdiam saat rutinitas ini kutinggalkan. mengurung diri di kamar, mencoba menyenangi diri dengan buku-buku dan lagu iwan fals. sesekali juga bermain play station bersama keponakan. aku tak pernah paham kenapa begitu banyak manusia mudah emosional sehingga ringannya berbuat bodoh dan dosa...

perempuanku yang baik...
panjang juga aku bercerita. maaf kalau ini membuatmu lelah, tapi ini semua mengalir begitu saja. aku tak tahu, meski keberadaanmu jauh, aku tak pernah merasa sendiri. dan yang kulakukan seperti berbincang-bincang empat mata saja. kadang-kadang aku berkhayal, menceritakan ini dalam sebuah obrolan ringan di taman, di senja yang teduh dan barangkali basah sedikit sisa hujan gerimis... sambil sesekali menganggumi binar bola matamu yang membuatku enggan berkedip... tak sadarkah engkau matamu seksi perempuanku? ah, setiap kali aku memuji seksi, pasti engkau dengan cepatnya akan mengatakan, emang iya sih aku seksi... hehehe... tak apalah. percaya diri sedikit perlu juga. apalagi di depan kekasih sendiri, meski aku selalu sial disapa dengan sebutan "jelekku". mungkin sudah suratan nasib aku inilah... maka jelek pun tak apa. yang penting engkau tetap menjadi bidadariku untuk selamanya... :) mau kan? kalau tak mau, kuhitung sampai sepuluh dan kau tak boleh menjawab dengan kata "ha? ha? ha?" hehehe... aku sering merindukan kata "ha?" ini perempuanku... dan aku selalu gagal untuk meniru... bagaimana sih caranya?

perempuanku yang cantik...
aku sudah membaca emailmu. terima kasih. aku baik-baik saja. lelah sedikit biasalah. lelaki yang tak pernah lelah adalah lelaki pemalas. aku tentu tak mau menjadi lelaki pemalas, karena aku tak pernah ingin seperti kata majalah yang pernah kubaca: harga diri seorang lelaki ditentukan sejauh mana dia bekerja keras... soal papermu, syukurlah engkau begitu percaya diri dengan hasilnya, meski aku tetap mengingatkan untuk mengantisipasi nilai yang tak pernah kau harapkan. seperti katamu, kita tak pernah tahu karena hanya Tuhan yang tahu bukan? oya, aku senang pendapatmu tentang betapa pentingnya perlindungan terhadap anak... di sela-sela manja dan ulahmu yang sering ngambek, kedewasaanmu kerap tak terduga. kadang aku bingung sebetulnya engkau kelahiran tahun berapa. hehehe... i love u honey... eits, bagaimana dengan rencana ke que? andai kita begitu sulit berdialog di yahoo, cobalah ceritakan ini di email nanti ya... terima kasih.

sampai di sini dulu perempuanku... sekali lagi, aku percaya sekali padamu, tapi meski demikian, aku tak akan jenuh bilang janganlah nakal-nakal dan membuat kepalaku pening. centil sedikit bolehlah, tapi di depan celine saja. jangan di depan cowok-cowok. nanti kesenangan mereka... aku bukan cemburu, tapi benar-benar tak rela engkau begitu... hehehe... sama saja ya? biarlah... aku kan kekasihmu... tak ada yang lebih berhak untuk mejagamu baik-baik setelah kedua orang tuamu... izinkan aku untuk tetap menjadi perisamu... terima kasih juga untuk cintanya... take care... i love u and i miss u so much!

0 comments: