Tuesday, August 24, 2004

nilam

namanya nilam. sejak kecil dia hidup dikelilingi hutan dan truk-truk pengangkut kayu yang melintas di muka rumahnya. ibunya seorang pencari getah damar di hutan. ayahnya pencari kura-kura di rawa. dua puluh tahun silam, ayahnya ditemukan tewas di pinggir hutan karena diterkam harimau. nilam saat itu masih berusia lima tahun. dia hanya bisa mengisap ibu jari sambil menatap jenazah ayahnya yang koyak. disaksikan pula ibunya yang histeris. nilam ingat betul, saat orang-orang kampung menguburkan jenazah ayahnya, seekor harimau melintas di kejauhan, di balik ranting dan dahan kering yang dibakar. saat itu nilam menjerit, tetapi orang-prang tak ada yang peduli. tak seorang pun merasa gentar dengan sang harimau. dia tak tahu apakah orang-orang melihat harimau itu atau tidak. sampai kini, ketika tragedi itu sudah lama berlalu, bayangan harimau itu masih lekat terbayang di alam pikirannya.

laju truk-truk pengangkut kayu itu menyisakan debu yang beterbangan. senja sebentar lagi turun. hari ini tak terlalu ramai truk melintas. padahal biasanya, bisa lebih dari dua puluh sehari. yang tadi melintas adalah truk sewaan milik orang kampung, bukan milik perusahaan kayu. tak melintasnya truk-truk perusahaan kayu ini adalah buntut perseteruan antara warga kampung dan karyawan perusahaan kayu tersebut. sudah sepekan terakhir perusahaan itu menghentikan aktivitas mengangkut kayu.

nilam paham, warga marah karena perusahaan pemegang hak pengusahaan hutan itu dianggap pelit, melarang warga menebang kayu-kayu di arealnya. warga yang berang, membakar lahan dan sebuah truk milik perusahaan tersebut. upaya damai buntu, karena amarah warga sudah susah padam. semua ini membuat nilam tak bisa berjumpa dengan nizar, seorang pegawai bagian umum perusahaan kayu itu, yang kerap bersantap siang di kedainya. mungkin nizar takut dengan orang kampung, karena dia dianggap sebagai orang yang paling bertanggung jawab di lapangan. mungkin juga nizar mati, dikeroyok pemuda kampung yang kesal dan brutal. begitu nilam berpikir.

"sedang apa kau, nilam? sepertinya sedang melamun?" seorang wanita renta muncul di beranda. di tangan kanannya terjepit bakul yang berisi tumpukan pakaian. perempuan ini ibu kandung nilam. dia baru saja dari sungai, mencuci pakaian.

"aku memikirkan bang nizar. sudah empat hari dia tak datang. selama itu pula truk-truk perusahaan tak lewat." nilam menatap kosong ke arah bukit, seperti menanti sesuatu muncul. hatinya gelisah, seperti gagak lapar yang beterbangan di pucuk ranting di atap rumahnya.

0 comments: