Sunday, December 07, 2003

LELAKI itu berdiri cuma dengan jarak selangkah dari bibir atap gedung berlantai dua puluh. Tapi dia seperti ragu untuk melompat. Padahal semua sudah disiapkan sangat rapi. Tali karmantel yang biasa dia pakai untuk mendaki tebing, terbebat kuat dari leher ke sepotong baja yang tertanam di lantai. Dipandanginya mobil-mobil yang berseliweran di bawah sana. Dari ketinggian yang penuh angin, sebetulnya dia ingin menutup riwayat hidup. Sudah sejak sebulan silam dia merencanakan bunuh diri. Sebab baginya, cepat atau lambat dia akan mati. Tentu tak salah mati sekarang dengan cara gantung diri dari gedung bertingkat.

Lelaki itu berkeringat. Sepuluh jemari kakinya tertekuk dan sedikit demi sedikit bergerak maju. Sambil menghela napas sesaat, sekali lagi dia pandangi jalan raya di bawah, menatap dingin orang-orang dan mobil yang terlihat seperti semut berseliweran. Hap! Lelaki itu melompat. Bukan ke depan lalu melayang membelah udara pagi. Dia melompat ke belakang dengan napas terengah. Keringatnya kian menjadi-jadi. Dia mendadak takut. Siapa yang tak gentar dengan kematian, meski itu direncanakan?

0 comments: